ISLAM RAHMATAN LIL ‘ALAMIN

Hanya Akan Terwujud di Bawah Naungan Khilafah

Sebagaimana diketahui, baru saja Konferensi Internasional Cendekiawan Islam di Jakarta diselenggarakan beberapa waktu lalu. Konferensi yang digagas PBNU itu pada akhirnya menyepakati untuk terus mendukung ajaran Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Kesepakatan itu dituangkan dalam Deklarasi Jakarta. Rancangan deklarasi tersebut terdiri dari 19 poin (Republika, 26/2/04).
Deklarasi tersebut di antaranya memuat beberapa hal yang terkesan filosofis sekalipun sebetulnya banyak dipengaruhi oleh arus pemikiran yang dikembangkan Barat. Contohnya adalah poin 1 yang menyatakan percaya sepenuhnya bahwa ajaran Islam mewajibkan umatnya untuk mendukung terwujudnya perdamaian (salam), keadilan (‘adalah), kebebasan (huriyyah), moderat (tawassuth), toleransi (tasamuh), keseimbangan (tawazun), konsultasi (syura) dan persamaan (musawah) sebagai hal mendasar bagi kehidupan".
Beberapa poin di antaranya juga hanya berupa pemikiran dan seruan yang bersifat umum. Contohnya adalah poin yang menyatakan, “percaya bahwa nilai-nilai Islam yang tinggi membutuhkan kerja keras umat agar mampu mewujudkan kesejahteraan dan menghapus kemiskinan.”
Di samping bersifat umum, ia juga tidak memuat metode implementasinya sehingga sebagian besar tampaknya akan berhenti dalam wujud seruan dan deklarasi yang mandul.
Dalam Deklarasi Jakarta yang dihasilkan itu terdapat dua hal yang tampak menonjol: Pertama, seruan mendukung sepenuhnya dialog konstruktif dalam rangka menumbuhkembangkan hubungan saling pengertian dan respek di antara penganut agama yang ada di seluruh dunia. Kedua, seruan mendukung dimulainya pencerahan (renaissance) Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin dengan meneguhkan semangat iqra’ sebagai suatu nilai dasar kebenaran komprehensif.
Seruan dialog antaragama mencakup dialog antara Barat dengan peradaban mereka, yaitu kapitalisme-sekular, berikut keyakinan ruhani mereka yaitu Nasrani (dan Yahudi) di satu pihak serta kaum Muslim dengan Islam dan peradaban Islam di pihak lain. Menurut para penyerunya, dialog antaragama ini dibangun di atas tiga ide dasar: Pertama, kesetaraan dan kesamaan antara agama-agama dan peradaban-peradaban serta tidak adanya keunggulan satu agama dan peradaban terhadap agama dan peradaban yang lain. Kedua, penerimaan terhadap yang lain seperti apa adanya dan penyelidikan (pengkajian) terhadap yang lain tanpa mengeluarkan hukum atau ide yang bertentangan/membantah, tetapi sekadar untuk pemahaman dan pengetahuan tanpa adanya batasan atau syarat tertentu. Ketiga, tawaran atau tujuan dari adanya dialog adalah untuk saling berinteraksi antar agama dan antar peradaban untuk mewujudkan peradaban dan agama yang lebih tinggi dengan jalan mengambil nilai-nilai yang dimiliki secara bersama oleh agama-agama yang berdialog (Islam, Nasrani, dan Yahudi).

Hakikat Dialog Antar Agama/Peradaban
Agama, sebagaimana diketahui, ada dua jenis. Pertama, agama yang memiliki serangkaian konsepsi kehidupan seperti Islam. Islam merupakan agama ruhiah sekaligus agama siyâsiyah (politik). Islam juga memberikan serangkaian konsepsi untuk mengatur kehidupan. Kedua, agama yang tidak memiliki konsepsi kehidupan seperti Nasrani, Yahudi, dan agama-agama lain di luar Islam.
Dengan kerangka dialog seperti di atas, kita akhirnya tahu bahwa Islam berusaha disejajarkan dengan agama-agama lain, yakni sekadar sebagai agama ruhiah saja, sembari diabaikan sisi politiknya. ‘Islam politik’, kalaupun diambil, tidak lebih hanya “substansinya” saja, bukan dalam bentuk legal-formalnya. Artinya, sebagian besar ajaran Islam harus dibuang atau ditafsirkan ulang dan diambil substansi atau nilai moralnya saja. Jika tidak, hal itu dianggap akan merusak dialog dan bertentangan dengan ruh dialog.
Dengan demikian, seruan dialog antaragama dan peradaban sesungguhnya tidak lebih sebagai upaya untuk mengebiri Islam. Dari dialog antaragama/antarperadaban, yang diuntungkan adalah peradaban kapitalisme-sekular, karena ia justru menjadikan kaum Muslim menanggalkan Islam dari kehidupan. Islam tidak boleh menjadi peradaban dan ideologi untuk mengatur kehidupan. Dengan dialog ini pula, ideologi dan peradaban kapitalisme-sekular justru semakin kokoh dan tidak ada yang menjadi tandingannya dan Barat kapitalis akan semakin leluasa dan berkuasa menjajah dan menguras kekayaan Dunia Islam.
Di samping itu, menurut Dr. Ameer Ali, salah seorang cendekiawan Muslim dari Australia, Islam semakin ditakuti dan dianggap musuh besar kokohnya hegemoni AS dan kekuatan globalisasi (Republika, 25-02-04). Untuk memperlancar semua itu harus dikembangkan pemikiran untuk melakukan penafsiran ulang terhadap Islam. Di sinilah seruan pencerahan (reanissance) agaknya memiliki relevansinya. Istilah pencerahan ini sebenarnya istilah yang populer pada abad pertengahan di Eropa. Pencerahan Eropa ini ditandai dengan adanya revolusi pemikiran di segala bidang yang mendapat tantangan dari raja-raja dan pendeta, yang kemudian mengakibatkan pergolakan berdarah antara raja dan agamawan dengan para cendekiawan dan rakyat. Penyelesaian pergolakan ini terjadi dengan kompromi yang menghasilkan gagasan sekularisme, yakni gagasan untuk memisahkan agama dari pengaturan negara dan kehidupan. Sekularismne inilah yang menjadi akidah mereka, yang kemudian menjadi dasar dari ideologi/peradaban kapitalisme Barat, yang salah satu instrumennya adalah demokrasi.
Dengan demikian, istilah pencerahan (renaissance) ini sesungguhnya identik dengan sekularisme. Pengistilahan renaissance Islam akhirnya bisa disalahpahami sebagai sekularisme Islam. Apakah memang ini yang dimaksud? Wallâhu a‘lam. Yang pasti, dengan dialog antaragama dan antarperadaban, Islam akhirnya hanya akan diambil substansi dan nilai moralnya saja. Pada gilirannya, istilah Islam rahmatan lil ‘alamin seolah-olah dimaknai sebagai Islam yang harus mentoleransi peradaban kufur, yakni peradaban kapitalis-sekular. Dengan kata lain, Islam akhirnya dikebiri dan dikerdilkan.

Pencerahan yang Sesungguhnya
Bagi kaum Muslim, pencerahan yang sesungguhnya adalah dengan mengambil dan menggenggam erat cahaya (petunjuk) Allah yang akan mengeluarkan kita dari kegelapan menuju cahaya, bukan dengan mengambil apa yang dibawa oleh orang kafir karena justru akan menenggelamkan kita ke dalam kegelapan. Allah SWT berfirman:
اللهُ وَلِيُّ الَّذِينَ ءَامَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Allah Pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) menuju cahaya (iman). Sementara itu, orang-orang kafir, pelindung-pelindung mereka ialah thâghût, yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS al-Baqarah [2]: 257).

Mengambil petunjuk Allah dalam kehidupan artinya menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan. Dengan itulah Islam akan secara sempurna menjadi rahmatan lil ‘alamin. Menurut Dr. Wahbah az-Zuhayli, dosen Universitas Damaskus, salah seorang pemateri Konferensi, penerapan Islam memerlukan adanya negara (Islam) (Kompas, 25/02/04). Namun sayangnya, dalam hal bernegara ini, yang merupakan sarana paling ideal untuk menerapkan segala ajaran Islam, ternyata tak ada satupun (negara yang ada saat ini) yang dapat dikatakan sebagai negara Islam. (Republika, [Dialog Jumat], 27/2/04).
Oleh karena itu, umat Islam harus mewujudkan format negara yang dikehendaki oleh Islam dan telah dicontohkan oleh Rasul dan para sahabat. Format negara yang sesuai dengan penamaan Rasul dan telah menjadi Ijma Sahabat adalah Khilafah Islamiyah.

Kewajiban Menegakkan Khilafah
Prof. Abd al-Raheem Ali Muhammad Ibrahim, ulama besar Sudan, yang juga salah seolah pembicara Konferensi, berucap, “Umat Islam wajib menegakkan kesatuan umat atau Khilafah dengan satu pemimpin atau khalifah sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah dan diikuti oleh para khallifah beliau dulu. Umat Islam di setiap negara perlu menanamkan pada hatinya tentang wajibnya Khilafah itu ditegakkan dan selangkah demi selangkah sehingga diharapkan umat Islam memiliki satu pemimpin, satu khalifah bagi Dunia Islam.”
Dengan demikian, Khilafahlah yang akan dapat menyatukan seluruh potensi umat dan negeri-negeri Islam sehingga seluruhnya dapat bahu-membahu mengatasi segala problem yang terjadi dan bersama pula mengemban Islam sehingga menjadi rahmatan lil ‘alamin. Kita menyaksikan pada masa dulu Khilafah mampu mewujudkan kesejahteraan seperti pada masa Khalifah Umar bin Abd al-‘Aziz, Khalifah Harun ar-Rasyid, Khalifah Sulaiman al-Qanuni, dsb. Kondisi tersebut sampai sekarang masih menjadi mimpi umat yang tidak dapat terwujud di bawah negara sekular demokrasi.
Walhasil, Khilafah harus terus diperjuangkan dan diwujudkan. Untuk itu, umat Islam harus bersatu dan melakukan revolusi pemikiran. Caranya adalah dengan mewujudkan kesatuan umat dalam kesatuan akidah, kesatuan pandangan mengenai konsepsi kehidupan, dan kesatuan tujuan untuk merealisasikan Islam di tengah-tengah kehidupan dengan metode negara Khilafah Islamiyah. Upaya ini dapat terealisasi dengan jalan:
(1) Membina umat dengan pemikiran dan hukum-hukum Islam hingga menjadi konsepsi hidup mereka.
(2) Menyerang ide, pemikiran, dan hukum-hukum rusak yang ada di tengah-tengah masyarakat dan menyingkap kepalsuannya sehingga umat menolaknya dan menggantinya dengan Islam.
(3) Membongkar kezaliman dan kebejatan para penguasa.
(4) Menyeru Ahlul Quwah untuk memeluk Islam secara kaffah dan menyerahkan kekuasaan kepada pemimpin Islam yang mampu menjalankan pemerintahan berdasarkan Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW.

Dengan jalan inilah akan terwujud barisan umat yang kokoh dan dengan pertolongan Allah Khilafah Islamiyah akan segera tegak dan Islam rahmatan lil ‘alamin terealisasi. Allah SWT berfirman:
وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ…
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka. (QS. An-Nûr [24]: 55)[]

1 Response to "ISLAM RAHMATAN LIL ‘ALAMIN"

  1. Unknown says:

    Forumnya komunikasi transparan, Dari Opini Sampai Data Intelijen http://transparan.org/

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme